Senin, 07 Maret 2011

Cara Membedakan Tahi Lalat Normal dan Yang Kanker, Penting!!

Hampir semua orang memiliki tahi lalat atau andeng-andeng di tubuhnya. Terlepas dari perannya sebagai tanda lahir, bintik hitam di kulit itu menyimpan potensi tumbuh menjadi kanker atau melanoma. Cancer Research Institute memaparkan empat ciri utama tahi lalat yang perlu diwaspadai. Yakni, bentuk tahi lalat asimetris, tepian tidak rata, meradang disertai perubahan warna dan gatal serta diameter yang terus membesar hingga lebih satu sentimeter.

Namun, deteksi kanker kulit lewat ciri visual itu seringkali memiliki tingkat akurasi rendah. Sebuah studi bahkan menunjukkan bahwa satu dari tiga dokter umum salah mendiagnosis kanker kulit berdasar ciri visual tahi lalat. “Melanoma sangat sulit terdiagnosis karena secara visual identik dengan tahi lalat normal,” kata Profesor Warren Warren, Direktur Pusat Pencitraan Molekuler dan Biomolekuler Universitas Duke, pemimpin studi, seperti dikutip dari Daily Mail.
Merespons masalah itu, tim peneliti asal Amerika Serikat mengembangkan perangkat laser untuk mendeteksi tahi lalat pemicu kanker kulit. Mereka mengklaim tingkat akurasi alat ini mencapai 100 persen.Peneliti melakukan proses diagnosis dengan mengarahkan sinar laser pada area tahi lalat yang memiliki ciri visual mencurigakan. Setelah energi laser terserap kulit, mereka akan melakukan pengamatan mikroskop terhadap perubahan pigmen.
Teknologi ini diklaim mampu mengidentifikasi perbedaan kimia antara tahi lalat mengandung jaringan kanker dan tahi lalat sehat. Di Inggris, jumlah penderita kanker kulit mengalami pertumbuhan pesat daripada penderita jenis kanker lain. Satu dari lima orang penderita mengalami kematian dini. Itulah mengapa penemuan alat ini menumbuhkan harapan besar untuk menyelamatkan ribuan nyawa setiap tahun.
Terlepas dari klaim itu, Angela Balakrishnan dari Cancer Research di Inggris, mengatakan bahwa biopsi tetap menjadi cara paling akurat untuk mendeteksi melanoma. Ini melihat penelitian Warren yang hanya melibatkan 42 sampel kulit. “Masih perlu studi lanjutan sebelum benar-benar dimanfaatkan untuk medis,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post