Kenapa harus ingat mati? Jawabannya sederhana, sebab kita semua akan mati, dan itu pasti. Karena itu siapkan diri sebelum kematian itu datang menjemput pada waktu yang tak disangka-sangka sebelumnya.
Pada saatnya, sesuai dengan waktu yang Dia tetapkan, kematian, yang merupakan rahasia-Nya, akan terjadi dan menimpa setiap makhluk, termasuk setiap diri seorang anak manusia. Kapan pun, di mana pun, serta dalam kondisi apa pun. Tidak akan ada yang tahu, tidak akan ada yang sanggup menghindar atau menolak kedatangannya.
Sungguh, tak ada yang sanggup menangguhkannya walau hanya sedetik. Kematian adalah hak mutlak milik Allah semata. Ketentuan itu sudah Dia tetapkan ketika manusia masih berbentukjanin dalam rahim ibunya.
Setiap manusia terus-menerus diburu kematian. Tiada waktu sedetik pun yang terbebas dari buruan sang maut, di mana pun ia berada. Dalam tidur, sang maut terus mengintainya. Ketika bekerja, ia terus mengintipnya. Saat berjalan atau berlari, ia terus mengikutinya. Tiada tempat di bumi ini (bahkan sekali pun lari ke atas langit sans) yang terbebas dari renggutan maut bila saatnya telah tiba.
Raja nan Sombong
Dahulu kala di kalangan Bani Israil ada seorang raja yang sangat piawai menunggang kuda. Selama dirinya menjadi raja, tak pemah ada orang yang mampu mengalahkan keahliannya dalam berbalap kuda. Sayangnya, raja ini dikenal akan sifatnya yang senang menyombongkan diri.
Suatu hari sang raja meminta kepada bawahannya untuk menyediakan kuda paling gagah dan paling tinggi. Dia ingin menunjukkan kepada orang banyak bagaimana kehebatannya dalam berkuda.
Maka, dihadirkanlah kuda tersebut di hadapan sang raja.
Sang raja segera menaiki kuda tersebut. la memacu kudanya dengan kencang. Dengan penuh kesombongan, dia menunjukkan keahliannya itu. Dia sempat sesumbar, "Slaps yang dapat menandingi kehebatanku dan dapat mengejar kencangnya lad kudaku!"
Di saat dirinya sedang memacu kuda dengan kencang, tiba-tiba seorang lakilelaki lusuh dan berpakaian compangcamping menghadang kuda raja yang sedang berlari kencang. Dengan sigap lakilaki tersebut memegang pelana kuda sang raja dan langsung menghentikannya.
Sang raja pun berkata, "Berani-beraninya engkau memegang kudaku dan menghalang-halangi jalanku. Engkau tahu, kuda siapa yang engkau pegang?"
"Saya tahu sekali, kuda ini adalah milik Tuan Raja. Namun, saya punya keperluan kepada Tuan yang sangat mendesak," jawab laki-laki yang berpakaian compang-camping itu.
"Baik. Tapi tunggu dulu sampai aku turun ke bawah!" bentak raja.
Tidak perlu turun, Tuan Raja. Sebab keperluannya sangat sebentar," kata lakilaki itu.
"Kenapa engkau tidak menyampaikannya kepada bawahan-bawahanku. Mereka kan ada di sekitar sini," tanya raja.
"Tidak bisa. Keperluan itu tidak boleh terdengar oleh orang lain, hanya oleh telingamu," kata laki-laki itu.
"Apa keperluanmu?" tanya raja lagi. "olong telingamu dekatkan kepadaku!" pinta laki-laki itu.
"Aku harus turun dulu, bodoh!" bentak raja yang semakin emosi dibuatnya.
"Tidak harus, Tuan Raja!" jawab lakilaki itu tak kalah tegasnya.
Maka, sang raja mendekatkan telinganya ke arah mulut laki-laki yang berpakaian compang-camping itu.
"Saya ini malaikat maut yang bertugas mencabut nyawamu sekarang!" kata laki-laki itu.
Betapa kaget dan terhentaknya sang raja mendengar spa yang dikatakan oleh laki-laki tersebut. Bagai halilintar di siang bolong.
Tubuh sang raja bergetar seperti terkena penyakit demam tinggi. la pun lemas dan hampir saja terjatuh dari atas kudanya. Dia berkata, Beri aku kesempatan pulang ke rumah untuk menemui istri dan keluargaku."
"Tidak bisa. Sebab waktu habisnya umurmu adalah pada saat ini juga," jawab si lelaki yang tak lain ternyata adalah sang malaikat maut.
Maka, sang raja pun dicabut nyawanya oleh malaikat maut dalam keadaan duduk di atas kuda.
Tak dapat Ditangguhkan
Demikianlah. Sebagaimana disebutkan pada ayat Al-Quran di atas, kebanyakan manusia menghindar dan lari dari kematian. Padahal, kematian tak dapat ditangguhkan, apalagi ditolaknya. Sang maut akan menjemput ruh yang Allah tiupkan dahulu di dalam rahim pada jasad manusia. Dia akan memisahkannya dari raganya, dan membawanya untuk dikembalikan di sisi-Nya.
Seat manusia mencoba menolaknya, ruh akan tetap diambil dan dicabut secara paksa. Suka atau tidak, rela atau tidak rela. Jika waktu yang ditetapkan-Nya telah sampai, dalam situasi dan kondisi apa pun, ruh akan terpisah dari jasadnya.
Maha Benar Allah SWT, yang berfirman, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah disempumakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surge, sungguh is telah beruntung. Kehidupandunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS Ali Imran: 185).
Namun ingatlah ketika Rasulullah SAW, sang pembawa kabar gembira (bagi orang-orang yang beriman kepada Allah) dan pemberi ancaman (bagi orangorang yang mengingkari-Nya), bersabda, "Kematian itu, bagi seorang mukmin, akan mengistirahatkannya dari lelahnya kehidupan dunia dan membawanya kepada rahmat Allah. Sedangkan kematian bagi seorang yang durhaka akan mengistirahatkan negara, hamba-hamba, pohon-pohon, Berta binatang-binatang dari kejahatannya." (muttafaq 'alaih).
Pada saatnya, sesuai dengan waktu yang Dia tetapkan, kematian, yang merupakan rahasia-Nya, akan terjadi dan menimpa setiap makhluk, termasuk setiap diri seorang anak manusia. Kapan pun, di mana pun, serta dalam kondisi apa pun. Tidak akan ada yang tahu, tidak akan ada yang sanggup menghindar atau menolak kedatangannya.
Sungguh, tak ada yang sanggup menangguhkannya walau hanya sedetik. Kematian adalah hak mutlak milik Allah semata. Ketentuan itu sudah Dia tetapkan ketika manusia masih berbentukjanin dalam rahim ibunya.
Setiap manusia terus-menerus diburu kematian. Tiada waktu sedetik pun yang terbebas dari buruan sang maut, di mana pun ia berada. Dalam tidur, sang maut terus mengintainya. Ketika bekerja, ia terus mengintipnya. Saat berjalan atau berlari, ia terus mengikutinya. Tiada tempat di bumi ini (bahkan sekali pun lari ke atas langit sans) yang terbebas dari renggutan maut bila saatnya telah tiba.
Raja nan Sombong
Dahulu kala di kalangan Bani Israil ada seorang raja yang sangat piawai menunggang kuda. Selama dirinya menjadi raja, tak pemah ada orang yang mampu mengalahkan keahliannya dalam berbalap kuda. Sayangnya, raja ini dikenal akan sifatnya yang senang menyombongkan diri.
Suatu hari sang raja meminta kepada bawahannya untuk menyediakan kuda paling gagah dan paling tinggi. Dia ingin menunjukkan kepada orang banyak bagaimana kehebatannya dalam berkuda.
Maka, dihadirkanlah kuda tersebut di hadapan sang raja.
Sang raja segera menaiki kuda tersebut. la memacu kudanya dengan kencang. Dengan penuh kesombongan, dia menunjukkan keahliannya itu. Dia sempat sesumbar, "Slaps yang dapat menandingi kehebatanku dan dapat mengejar kencangnya lad kudaku!"
Di saat dirinya sedang memacu kuda dengan kencang, tiba-tiba seorang lakilelaki lusuh dan berpakaian compangcamping menghadang kuda raja yang sedang berlari kencang. Dengan sigap lakilaki tersebut memegang pelana kuda sang raja dan langsung menghentikannya.
Sang raja pun berkata, "Berani-beraninya engkau memegang kudaku dan menghalang-halangi jalanku. Engkau tahu, kuda siapa yang engkau pegang?"
"Saya tahu sekali, kuda ini adalah milik Tuan Raja. Namun, saya punya keperluan kepada Tuan yang sangat mendesak," jawab laki-laki yang berpakaian compang-camping itu.
"Baik. Tapi tunggu dulu sampai aku turun ke bawah!" bentak raja.
Tidak perlu turun, Tuan Raja. Sebab keperluannya sangat sebentar," kata lakilaki itu.
"Kenapa engkau tidak menyampaikannya kepada bawahan-bawahanku. Mereka kan ada di sekitar sini," tanya raja.
"Tidak bisa. Keperluan itu tidak boleh terdengar oleh orang lain, hanya oleh telingamu," kata laki-laki itu.
"Apa keperluanmu?" tanya raja lagi. "olong telingamu dekatkan kepadaku!" pinta laki-laki itu.
"Aku harus turun dulu, bodoh!" bentak raja yang semakin emosi dibuatnya.
"Tidak harus, Tuan Raja!" jawab lakilaki itu tak kalah tegasnya.
Maka, sang raja mendekatkan telinganya ke arah mulut laki-laki yang berpakaian compang-camping itu.
"Saya ini malaikat maut yang bertugas mencabut nyawamu sekarang!" kata laki-laki itu.
Betapa kaget dan terhentaknya sang raja mendengar spa yang dikatakan oleh laki-laki tersebut. Bagai halilintar di siang bolong.
Tubuh sang raja bergetar seperti terkena penyakit demam tinggi. la pun lemas dan hampir saja terjatuh dari atas kudanya. Dia berkata, Beri aku kesempatan pulang ke rumah untuk menemui istri dan keluargaku."
"Tidak bisa. Sebab waktu habisnya umurmu adalah pada saat ini juga," jawab si lelaki yang tak lain ternyata adalah sang malaikat maut.
Maka, sang raja pun dicabut nyawanya oleh malaikat maut dalam keadaan duduk di atas kuda.
Tak dapat Ditangguhkan
Demikianlah. Sebagaimana disebutkan pada ayat Al-Quran di atas, kebanyakan manusia menghindar dan lari dari kematian. Padahal, kematian tak dapat ditangguhkan, apalagi ditolaknya. Sang maut akan menjemput ruh yang Allah tiupkan dahulu di dalam rahim pada jasad manusia. Dia akan memisahkannya dari raganya, dan membawanya untuk dikembalikan di sisi-Nya.
Seat manusia mencoba menolaknya, ruh akan tetap diambil dan dicabut secara paksa. Suka atau tidak, rela atau tidak rela. Jika waktu yang ditetapkan-Nya telah sampai, dalam situasi dan kondisi apa pun, ruh akan terpisah dari jasadnya.
Maha Benar Allah SWT, yang berfirman, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah disempumakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surge, sungguh is telah beruntung. Kehidupandunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS Ali Imran: 185).
Namun ingatlah ketika Rasulullah SAW, sang pembawa kabar gembira (bagi orang-orang yang beriman kepada Allah) dan pemberi ancaman (bagi orangorang yang mengingkari-Nya), bersabda, "Kematian itu, bagi seorang mukmin, akan mengistirahatkannya dari lelahnya kehidupan dunia dan membawanya kepada rahmat Allah. Sedangkan kematian bagi seorang yang durhaka akan mengistirahatkan negara, hamba-hamba, pohon-pohon, Berta binatang-binatang dari kejahatannya." (muttafaq 'alaih).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar