Rabu, 04 Mei 2011
Kediaman Mantan Presiden Pantai Gading Diserbu
Tentara pendukung Presiden Pantai Gading, Alassane Ouattara, menyerbu kediaman Laurent Gbagbo, mantan presiden yang menolak mundur. Penyerbuan ini adalah babak baru dalam kekerasan bersenjata yang terjadi sejak akhir tahun lalu.
Seperti dilansir dari laman CNN, Rabu, 6 April 2011, pasukan tersebut berhasil memasuki kediaman Gbagbo di Abidjan namun tidak menemukan mantan presiden yang seharusnya turun sejak November tahun lalu tersebut. Namun, mereka menemukan persenjataan berat di dalam kediamannya.
Juru Bicara Gbagbo, Ahoua Don Mello, membenarkan penyerangan tersebut dan mengatakan bahwa dia kaget dan tidak menduga rumah Gbagbo akan diserang. "Mereka ingin menangkap dan membunuhnya," ujar Mello.
Konflik berdarah di Pantai Gading terjadi setelah Gbagbo dikalahkan rivalnya, Outtara, pada pemilihan presiden 28 November lalu. Namun, Gbagbo menolak untuk mundur dan malah menggunakan kekuatan militer untuk mempertahankan kekuasaan.
Sementara itu, Outtara membentuk pemerintahan tandingan di sebuah hotel lokal yang dijaga oleh pasukan PBB dan tentara bekas pemberontak dari utara. PBB serta negara-negara lainnya memihak Outtara dan mengakui kemenangannya sebagai presiden terpilih Pantai Gading.
Sejak peristiwa ini terjadi, ratusan orang terbunuh akibat saling serang antar pendukung kedua kubu. Situasi yang kian memburuk di Pantai Gading memicu penjarahan dan kejahatan lainnya. Palang Merah Internasional dilaporkan telah mengirimkan 12 ton bahan makanan bagi warga di daerah terparah terkena dampak konflik.
Mello mengatakan bahwa Gbagbo telah bersiap untuk melakukan diskusi dengan Uni Afrika mengenai pemindahan kekuasaan yang akan menghentikan kekerasan. Namun, ujar Mello, Gbagbo menolak untuk menyerahkan kekuasaannya sebelum diskusi itu dilakukan.
PBB juga mulai menurunkan pasukan helikopternya untuk mematahkan pertahanan tentara Gbagbo. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan bahwa Gbagbo adalah seorang pengecut.
"Saya tidak bisa mengerti mengapa dia menolak untuk turun, melawan kehendak semua komunitas internasional," ujar Ban.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar